Mimpi Ibu Kota Negara
Karena kita ingin membangun peradaban baru di Ibu Kota baru, saya bermimpi ia haruslah dirancang dengan cara pandang yang beda tentang bernegara. Jika dulu Soekarno membangun monumen-monumen untuk menempa semangat kebangsaan sebuah negara baru, sekarang saya kira kita tidak memerlukan lagi simbol-simbol fisik untuk menumbuhkan rasa persatuan, kebangsaan dan harapan akan masa depan - apalagi kita tahu persis kita masih miskin, pendapatan per kapita kita masih dibawah 4000 USD, sepertiga Malaysia atau seperenambelas Singapura; dan produktivitas kita rendah seperti tercermin dari defisit neraca perdagangan dan nilai tukar Rupiah yang terus melemah.
Yang kita perlukan untuk membangun solidaritas kebangsaan dan kepercayaan pada masa depan bangsa adalah keyakinan bahwa negara kita berada di jalur yang benar. Keyakinan bahwa negara besar ini dijalankan dengan baik oleh para abdi negara yang bekerja di Ibu Kota baru dengan bijak, cerdas, cermat, adil dan tidak korupsi. Inilah lompatan yang ingin dicapai dengan meninggalkan Jakarta dengan semua praktek 'business as usual' yang sudah terlalu lama menghambat kemajuan bangsa ini.
Maka mimpi saya tentang Ibu Kota Negara baru adalah sebuah kota yang ugahari (frugal) - cermat, hemat, rasional, tepat-guna, secukupnya, seperlunya. Simbol-simbol kenegaraan cukup berada dalam tataran simbolis yang 'subtle' untuk dipahami dengan kontemplasi yang khusuk tanpa membebani keuangan negara secara berlebihan. Kita tidak perlu bangunan-bangunan aneh yang mahal untuk mewujudkan pra-konsepsi usang tentang identitas bangsa dan warisan budaya. Kita perlu Ibu Kota yang kompak (dalam hitungan kami cukup setengah dari luas yang diminta KAK), yang tidak merangsang naluri kemegahan dan memperbesar jarak kekuasaan; sebaliknya mendorong kesederhanaan, kejujuran, keadilan dan tanggung jawab.
Berangkat dari mimpi peradaban baru itulah, berbagai konsep kota cerdas, kota lestari dan kota-kota Nusantara bekerja dalam rancangan IKN kami.
Project Team: Muhammad Thamrin, Dr. Himasari Hanan, Dr. Besta B. Kartawibawa, De Gayantina, Dr. Renni Suhardi, Agung Radityo Adhi, Arif Rahman Hidayat, Grace Stephanie, Khosyiatillah Hakim, Adrie Harsala, Maryono.