MTA to Design the Radisson Resort Anyer

SINGAPORE, Jan. 26, 2024 /PRNewswire/ -- Radisson Hotel Group has announced plans to open a new beachfront Radisson Resort, situated in the charming coastal town of Anyer, Indonesia. The 150-key Radisson Resort Anyer is tucked away on a peaceful private shoreline and is set to introduce modern hospitality within the tropical ambiance of Indonesia when it opens in 2027.

Artist's impression of the planned Radisson Resort Anyer

The exciting development of Radisson Resort Anyer marks a significant milestone as the Radisson brand launches its first resort with glamping concept integration – showcasing the Group's dedication to offering unique and memorable experiences for guests. Radisson is an upscale hotel brand that offers Scandinavian-inspired hospitality, which enables guests to find harmony in their travel experience. With natural surroundings and unexpected delights, Radisson celebrates the art of being in the moment.

Boasting 120 spacious guestrooms and 30 tent villas, all featuring a combination of modern, clean Nordic style and guest-oriented practicality, guests can anticipate a cosy stay with the brand's Brilliant Basics program, featuring comfortable bedding and modern convenience, amidst breathtaking tropical and beach settings. In addition to private beach access, beach club and swimming pool, the resort offers exclusive facilities including an all-day dining restaurant, a bar, a gym, a kids club, meeting rooms as well as a spa and wellness centre.

Green Co-Learning Campus by MTA and Yuki Setiawan is one of five finalists of Itenas Master Plan Competition (Sayembara Kampus Futuristik Itenas 2050)

Our idea is to slowly convert 60% of the campus into green open spaces with green infrastructure that will act as interaction spaces for students and faculties. This casual interaction, we believe will be the primary function of college campuses in the future, when access to knowledge is boundless and everyone can learn anytime and anywhere.

Project Team: Yuki Setiawan, Zulfina Astri, Sora Annisa, Angeline Susanto, Khosyiatillah Hakim, Angel Tang, Maryono, Muhammad Thamrin.

MTA to design Haka Hotels in Tuban, Padang and Palembang

MTA has been appointed architect and interior designer of Haka Hotels, a chain owned by HK Realty, a subsidiary of Hutama Karya group. Construction scheduled to start in Q1 2021.

'Surge' - Proposal for Indonesia Village at Tokyo Olympic 2020

In collaboration with multimedia artist Adi Panuntun and sculptor Joko Avianto, MTA is working on an alternative design for Indonesia’s pavilion at Tokyo Olympics 2020. Themed ‘surge,’ the pavilion aims to showcase Indonesia’s capabilities to hold sports events at the highest level.

Front View.jpg
06.jpg

Surge or 'Gelora' in Bahasa Indonesia is vital in sports. Surge is a quick, but great spike of energy that can decide victories, fame and glory. 'Gelora' is also a keyword associated with the sports ring, particularly the Gelora Bung Karno, a stage where Indonesia's greatest sports records have been set.

The Indonesian Pavilion in the 2020 Tokyo Olympics is set to portray the surge in a beautiful, majestic yet poetic manner to demonstrate Indonesia's aptitude and capabilities in holding a sports event at the highest level.

The pavilion will be built from a complex giant bamboo weaving, forming a mass composition depicting movement, tides, waves and energy. Intertwined between the composition are abstract spaces that can be navigated by visitors; these spaces provide ample location for activities including exhibitions, performances, and meetups.

Only three materials form this pavilion - stone or concrete pavement, giant bamboo, and water. The minimal material palette was deliberately selected to create a mysterious, abstract yet monumental atmosphere, unlike any normal building. This giant bamboo composition, commonly used in artist Joko Avianto's installation works, will symbolize Indonesia's identity subtly and elegantly above the hard concrete flooring familiar to both Japanese and International audiences. Water will also be used as a pond and mist - creating a uniquely refreshing sanctuary within Tokyo's sweltering summer heat. The mist will also provide an interesting opportunity as a medium for video projection.

——

Indonesia Village at Tokyo Olympics 2020
Location: Toyosu, Tokyo, Japan
Adi Panuntun, Multimedia
Joko Avianto, Sculpture
Muhammad Thamrin, Architecture

Banua Nusantara - Submission for Indonesia's New Capital Design Competition.

Mimpi Ibu Kota Negara

Karena kita ingin membangun peradaban baru di Ibu Kota baru, saya bermimpi ia haruslah dirancang dengan cara pandang yang beda tentang bernegara. Jika dulu Soekarno membangun monumen-monumen untuk menempa semangat kebangsaan sebuah negara baru, sekarang saya kira kita tidak memerlukan lagi simbol-simbol fisik untuk menumbuhkan rasa persatuan, kebangsaan dan harapan akan masa depan - apalagi kita tahu persis kita masih miskin, pendapatan per kapita kita masih dibawah 4000 USD, sepertiga Malaysia atau seperenambelas Singapura; dan produktivitas kita rendah seperti tercermin dari defisit neraca perdagangan dan nilai tukar Rupiah yang terus melemah.

Yang kita perlukan untuk membangun solidaritas kebangsaan dan kepercayaan pada masa depan bangsa adalah keyakinan bahwa negara kita berada di jalur yang benar. Keyakinan bahwa negara besar ini dijalankan dengan baik oleh para abdi negara yang bekerja di Ibu Kota baru dengan bijak, cerdas, cermat, adil dan tidak korupsi. Inilah lompatan yang ingin dicapai dengan meninggalkan Jakarta dengan semua praktek 'business as usual' yang sudah terlalu lama menghambat kemajuan bangsa ini.

Maka mimpi saya tentang Ibu Kota Negara baru adalah sebuah kota yang ugahari (frugal) - cermat, hemat, rasional, tepat-guna, secukupnya, seperlunya. Simbol-simbol kenegaraan cukup berada dalam tataran simbolis yang 'subtle' untuk dipahami dengan kontemplasi yang khusuk tanpa membebani keuangan negara secara berlebihan. Kita tidak perlu bangunan-bangunan aneh yang mahal untuk mewujudkan pra-konsepsi usang tentang identitas bangsa dan warisan budaya. Kita perlu Ibu Kota yang kompak (dalam hitungan kami cukup setengah dari luas yang diminta KAK), yang tidak merangsang naluri kemegahan dan memperbesar jarak kekuasaan; sebaliknya mendorong kesederhanaan, kejujuran, keadilan dan tanggung jawab.

Berangkat dari mimpi peradaban baru itulah, berbagai konsep kota cerdas, kota lestari dan kota-kota Nusantara bekerja dalam rancangan IKN kami.

Project Team: Muhammad Thamrin, Dr. Himasari Hanan, Dr. Besta B. Kartawibawa, De Gayantina, Dr. Renni Suhardi, Agung Radityo Adhi, Arif Rahman Hidayat, Grace Stephanie, Khosyiatillah Hakim, Adrie Harsala, Maryono.

Grand Opening of Swissbel-resort Tanjung Binga, Belitung

Congratulations to PT Tanjung Binga Sejahtera on the opening of Swissbel-resort Tanjung Binga Belitung today. Officiated by Tourism Minister, Mr. Arif Yahya, the resort’s 80-rooms command a magnificent view to Lengkuas Island lighthouse - one of the island’s landmarks.

MTA redesigned the architecture and interior of the previously stalled project.

Pelita Kemanusiaan

Ide kami untuk sayembara penataan kawasan Monas (yang tidak masuk final) adalah menanam dua baris pohon Kihujan di sepanjang jalur Titian Indah agar di jalur ini kita dapat berjalan-jalan dengan nyaman dibawah naungan pepohonan sambil melihat Tugu pada skala yang optimal. Deretan pohon ini juga akan mendefinisikan Ruang Agung dengan lebih baik. Di jalur ini dipasang trem yang berkeliling untuk memudahkan kita mencapai semua titik di kawasan monas.

Kolaborasi MTA dengan Himasari Hanan, Adi Panuntun dan Meizan Diandra Nataadiningrat. Terima kasih Agus R. Soeriaatmadja untuk saran pemilihan pohonnya.

Immersive Experience

"(Bangunan) yang mencerminkan hal yang bergerak, yang dinamis dalam satu bentuk daripada materi yang mati." - Soekarno

Pumpunan rancangan ini adalah membangun hubungan emosional antara pengunjung dengan fakta dan peristiwa sejarah. Dimensi benda dan tak-benda ditautkan agar menjadi pusaka hidup melalui efek multimedia, cahaya, suara dan bahkan mungkin aroma yang menggerakkan ingatan pengunjung. Teknologi digunakan untuk menghidupkan gagasan Bung Karno akan sebuah Tugu yang dinamis bagi audience masa kini dan masa depan dalam sebuah bangunan pusaka.

Rancangan MTA untuk Sayembara Interior Monumen Nasional (2018). Kolaborasi MTA dengan ahli sejarah dan teori arsitektur Himasari Hanan, seniman multimedia Adi Panuntun dan desainer Meizan Diandra Nataadiningrat.

TAMAN TRANSIT - Proposal MTA untuk Sayembara Transport Hub Dukuh Atas

Inti proposal kami adalah menyarankan agar koneksi lima stasiun yaitu: Stasiun MRT, Stasiun BNI City, Stasiun Sudirman Baru, Stasiun LRT, halte Trans Jakarta dan kendaraan pribadi terjadi di LANTAI DASAR dalam bentuk taman yang merupakan konversi dari sebagian ruas Jalan Blora, Jalan Kendal dan Jalan Tanjung Karang menjadi taman dan jalur pejalan kaki. Saya bayangkan taman transit ini menjadi ruang kota yang baru yang menandai perubahan orientasi Jakarta menuju kota yang sehat dan manusiawi.

Sayembara Transport Hub di Kawasan Berorientasi Transit Dukuh Atas

MTA terpilih menjadi satu dari enam finalis yang maju ke penjurian tahap akhir Sayembara Transport Hub di Kawasan Berorientasi Transit Dukuh Atas, Jakarta. Penjurian sudah dilakukan di kantor MRT Jakarta pada tanggal 14 Agustus 2018. Pemenang akan diumumkan pada tanggal 31 Agustus 2018. Update: Pemenang akan diumumkan pada acara pameran dan penganugrahan pada tanggal 27 September 2018 di Jakarta.

Link berita penjurian di SINI

UPDATE:

Proposal MTA berjudul ‘Taman Transit’ terpilih sebagai Juara 2 Sayembara Transport Hub di Kawasan Berorientasi Transit Dukuh Atas, Pameran Karya dan Pengumuman Pemenang dilakukan di Ballroom Thamrin Nine pada tanggal 27 September 2018, dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Direksi MRT Jakarta, para peserta dan rekan-rekan arsitek.

Proposal MTA lain berjudul ‘Titian Transit’ yang masuk dalam seleksi 24 finalis juga dipamerkan.

Tempo 1 April 2018: Sketsa dan Gambar Thamrin, Rekonstruksi Bangunan pada Kertas

Ulasan Bambang Bujono tentang Impromptu, Pameran Sketsa Muhammad Thamrin di kopimanyar, Bintaro, 10 Maret - 10 April 2018; dimuat di Majalah Tempo, 1 April 2018.

Katalog Sketsa Thamrin

Pengantar Avianti Armand pada Pembukaan Pameran Impromptu di Kopimanyar

IMPROMPTU - Pameran Sketsa Muhammad Thamrin, 10 Maret - 10 April 2018, Kopimanyar, Jalan Bintaro Tengah Raya No. 14 Bintaro.

Ketika mas Thamrin meminta saya memberikan sambutan untuk pembukaan pameran sketsanya, Impromptu, saya merasa senang dan terhormat. Mas Thamrin adalah teman dan arsitek yang saya kagumi bukan saja karena kompetensinya, tapi terlebih oleh kerendahan hati dan kesabarannya; dua  properti yang tidak mungkin akan dilekatkan orang pada saya.

Mungkin karena itu mas Thamrin cocok dengan sketsa, sementara saya tidak.

Dalam pengantarnya untuk Bandung Sketchwalk, ia mengatakan, “menggambar membuat kita berhenti sejenak dan mengamati dengan lebih seksama.”

Di dunia yang berlari, menggambar adalah berjalan dengan langkah yang pelahan. Ketika kita bergegas merekam gambar dengan instagram dan dengan riuh menampilkannya lewat berbagai macam efek pulasan di akun kita hanya dalam beberapa detik saja, para penggambar dengan sabar duduk, mengamati, dan menangkap gestalt atau kesatuan bentuk dari benda-benda.

Pada momen itu, beberapa peristiwa terjadi sekaligus.

Melalui mata dan tangan, kita mempelajari proporsi dan skala dengan hati-hati dan seksama. Dengan demikian, tubuh tidak hanya merekam, melainkan juga menginternalisasi keduanya. Melalui kesadaran yang terbangun pelan-pelan, kita juga hadir di dalam ruang. Kita menjadi peka pada cahaya dan bayangan, pada yang jauh dan yang dekat, pada kualitas-kualitas taktil yang mengusik indera. Pada momen itu, kita membuat ikatan dengan tempat di mana kita berada.

Karena itu, dengan optimis, mas Thamrin juga menyatakan, “Dengan menggambar lingkungan sekitar kita, mudah-mudahan kita menjadi lebih peka dan peduli pada kota kita.”

Tapi membuat sketsa bukan hanya untuk tujuan mulia tersebut. Ia adalah kegiatan yang menyenangkan. Sebuah rekreasi – yang jika kita kembalikan kata itu pada maknanya – adalah: penciptaan kembali. Di dalam proses itu, kita seperti tercebur pada sebuah permainan, di mana setiap coretan menuntun pada coretan berikutnya. Jika Stephane Mallarme, penyair Perancis, mengatakan, “Inisiatif tidak ada pada penyair – tapi pada kata,” maka dalam menggambar, inisiatif bukan pada pembuat skets – melainkan pada garis.

Karena itu di dalam menggambar, tak ada “kesalahan” atau “kecelakaan”. Dan karenanya, tak perlu sentuhan yang berlebihan, "make up" yang menyamarkan keduanya. Dalam menggambar sketsa, kita tidak saja belajar untuk mengejar “kebenaran”, tapi juga berlatih berhenti di saat yang tepat – dan membiarkan gambar menyisakan masih banyak ruang untuk interpretasi dan imajinasi. Dengan lucu, mas Thamrin menganalogikan proses sketsanya dengan “roti gosong”: kalau digambar terlalu lama, sketsa kehilangan gregetnya, spontanitasnya, kesegarannya. Seperti roti gosong yang dipanggang kelamaan.

Memang, setiap sketsa bergerak antara mimesis dan metamorfosis.

Dalam mimesis, kita menirukan realitas dengan setia. Makin persis makin baik dan benar. Prinsip ini punya sejarah yang jauh ke belakang, Pandangan pemikir Yunani Kuno, Aristoteles, menjejak jelas: seni hanya benar bila meniru apa yang terjadi dalam alam dan kehidupan. Dengan kata lain, yang ingin diteguhkan sebagai "kebenaran" adalah sesuainya peniruan ekspresi seseorang dengan apa yang ada di dunia, di kancah benda dan peristiwa di luar dirinya.

Dalam seni modern, hal itu menggelikan karena mengingkari, atau setidaknya tak memahami, impuls kreatif dalam seni -- impuls yang justru membuka jalan ke hal-hal yang tak lazim dan yang tak terduga-duga.

Dalam metamorfosis kita tidak berusaha menegakkan persamaan antara karya dengan dunia, kita tidak sedang meletakkan marka-marka similaritas. Dalam metamorphosis, kita memanjakan energi kreatif, membentuk sesuatu yang baru dan sama sekali lain, dengan imajinasi. Bahkan dengan kegilaan.

Orang-orang yang hidup dalam mimesis: hidup dengan dunia yang mandeg. Takluk oleh realita. Sementara itu, metamorphosis adalah hasil dari melihat dunia dengan terpesona – menyulap benda dan pengalaman jadi hal-hal yang tak seperti sebelumnya – proses produksi sesuatu yang baru. Dalam kebaruan itu ada perayaan akan kebebasan – bebas dari kesamaan dengan dunia atau realita  dalam persepsi orang lain. Bebas dari hirarki kebenaran.

Jika sketsa ada di antara keduanya, maka yang diperlukan adalah kerendahan hati: kerelaan untuk mengadopsi dunia di luar kita sebagai realitas tanpa keharusan “menaklukan”nya di atas kertas. Sebaliknya, kita membebaskan diri untuk (seperti anak kecil) terpesona dan mencoba menciptakan realitas baru secukupnya, tanpa persiapan dan latihan. Impromptu – seperti judul dari pameran ini.

Untuk mas Thamrin, selamat. Untuk teman-teman sekalian, bebaskan diri anda  menikmati pameran ini impromptu.

(Avianti Armand)

"Kembali ke Kota" - MTA dalam pameran IndonesiaLand di Selasar Sunaryo, Bandung

IndonesiaLand adalah sebuah pameran arsitektur yang digagas Selasar Sunaryo dan dikurasi oleh Sarah M. Ginting. Pameran yang berlangsung selama bulan September 2016 ini memamerkan karya 30 arsitek, komunitas, pengembang dan sekolah-sekolah arsitektur di Indonesia.

Dalam pengantarnya kurator mengatakan bahwa: "IndonesiaLand berinisiatif memaparkan realitas masyarakat Indonesia, dengan arsitektur sebagai subjek pengisahannya. Pameran berdatumkan architectural culture reporting, memperspektifkan kemajemukan wajah arsitektur Indonesia, yang selama ini  lazim dipersepsikan awam sebatas pameran komodifikasi ruang kapital.  Ikhtiar Indonesialand adalah dengan lugas, mengisahkan kedinamisan masyarakat mengelola potensi maupun tantangan pada ruang urban Indonesia". (Silakan baca Pengantar Pameran lengkap).

panels.jpg

"Kembali ke Kota"

Ini adalah sebuah studi untuk menemukan bentuk ruang kota dan volume bangunan baru yang sesuai dengan karakter kota lama Bandung; sambil tetap memenuhi kebutuhan ruang baru, mengoptimalkan intensitas penggunaan lahan, serta mengembalikan kepadatan dan vitalitas kota.

Kota lama Bandung masih merupakan bagian kota terbaik dengan ruang-ruang kota yang nyaman dan bangunan-bangunan yang indah; yang belum tertandingi tempat lain yang kita bangun setelah kemerdekaan. Warisan terbaik ini sedang mengalami tekanan hebat akibat ketergantungan kita pada kendaraan pribadi; logika pengembangan properti yang berprinsip memaksimalkan ruang terbangun; serta berbagai teori dan peraturan yang secara tidak sengaja mendorong kerusakan karakter pusat kota lama Bandung.

Studi ini mendekati ruang kota secara VISUAL; yakni mencari proporsi ruang publik dan massa bangunan yang ideal untuk menjaga karakter kota lama, lalu menyimpulkan batas tinggi bangunan, intensitas pengembangan dan ruang terbuka sebagai alat untuk mencapai tujuan visual tersebut. Studi ini menyarankan kembalinya fungsi hunian di tengah kota untuk menciptakan ruang-ruang publik yang hidup dan aktif dan aman.